Tags

, , , , , , , , , , ,

Image

1. Co-Creation

Saat ini era Marketing Legacy telah berganti ke era Marketing New Wave, dimana 9 elemen pemasaran sudah berganti menjadi 12 C dan Marketing Mix (4P) sudah berganti ke New Wave Marketing Mix (co-creation, currency, conversation dan communal activation).

CK Prahalad dan Venkat Ramswamy mendefinisikan co-creation sebagai “Melihat pasar sebagai forum bagi perusahaan dan customer aktif untuk berbagai (share), mengkombinasikan (combine), dan memperbaharui sumber daya dan kapabilitas masing-masing (renew each other resources and capabilities) untuk menciptakan nilai melalui bentuk-bentuk interaksi, layanan dan mekanisme pembelajaran”

Saat ini perusahaan yang tidak menerapkan co-creation memiliki banyak pilihan strategis untuk menciptakan nilai bagi customer. Customer pun diberi beragam pilihan oleh perusahaan untuk memperoleh kepuasan. Namun seringkali pilihan yang banyak tersebut tidak menghasilkan nilai yang diharapkan, disisi lain pilihan yang beragam yang ditawarkan perusahaan tidak memberikan kepuasan bagi customer karena tidak sesuai dengan keinginan customer.

Selain itu dikarenakan bermunculannya berbagai new wave platform, customer berubah dari pasif menjadi semakin aktif dan dari sudut pandang local ke sudut pandang global. Customer semakin terlibat aktif dalam mengkomentari, memberi usulan, membagikan kepada orang lain, mengkritik mengenai suatu brand. Aktif juga bermakna customer kini bisa menjadi produser dengan modal yang sangat minim dan dengannya menciptakan nilai untuk orang lain. Adanya internet memungkinkan customer memiliki wawasan yang luas mengenai berbagai hal di berbagai belahan dunia.

Hal-hal tersebut mendorong pada pentingnya co-creation. Dalam co-creation customer terlibat aktif untuk menciptakan nilai tambah dari suatu produk. Produk tidak didesain secara sepihak oleh perusahaan, namun perusahaan membuka ruang yang luas bagi customer untuk berpartisipasi. Didalam new wave marketing, product dalam 4P adalam co-creation.

Pada fase product development yang konvensional, tahapan diawali dengan idea generation & screening, concept & product testing dan product launch and evaluation. Maka pada fase co-creation proses diawali dengan discovery, contohnya Starbucks yang membuka platform online “My Starbukcs Idea” yang memungkinkan pelanggan memberikan masukan ide-ide bagi pengembangan layanan dan produk Starbucks. DIsini juga Starbucks menginformasikan ide mana saja yang telah di review hingga yang telah di launch. Fase berikutnya adalah Development, dimana customer tidak hanya memberikan ide namun juga berkesempatan untuk menyusun secara customized produk sesuai keinginannya. Di Threadless.com pelanggan dapat menyusun desain kaos sendirian sesuai keinginannya dan bisa langsung membelinya. Tahap ketiga adalah commercialization, disini perusahaan tidak sekedar memberi ruang untuk pengembangan produk namun membuat mekanisme yang memungkinkan adanya pembelian untuk men-generate revenue. Doritos membuka kesempatan bagi pembelinya untuk membuat video iklan Doritos versi mereka sendiri, meng-upload-nya di web lalu mempersilahkan yang lain untuk melakukan vote.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam co-creation adalah diharuskan adanya dialog baik antar customer dengan customer dan dari customer dengan perusaahaan. Kedua akses, disini perusahaan harus memberi akses yang memudahkan customer berpartisipasi. Ketiga adanya antisipasi risiko dari kegagalan produk melalui risk assessment. Keempat harus ada transparency untuk membuat customer yakin bahwa keterlibatan mereka bukanlah basa-basi semata.

2.  Currency

Di Era New Wave, price telah bergeser ke currency.

Metode penetapan price ada tiga yakni cost-based, market-based dan value-based. Pada cost-based pricing harga ditetapkan dengan menjumlahkan biaya operasional dengan margin yang diinginkan. Hal ini membuat variable customer dan competitor diabaikan. Market-based pricing ditetapkan dengan menyesuaikan harga produk dengan harga kompetisi. Pendekatan ini mengabaikan variable customer dan biaya operasional. Value-based pricing ditetapkan melalui mengukur seberapa value yang diinginkan customer dari suatu produk dan mengkonversinya ke mata uang. Pendekatan ini berfokus ke customer namun mengabaikan kompetisi dan biaya operasional.

Dalam currency, penetapan harga bersifat dinamis. Dengan pendekatan dinamis ini maka dapat mengakomodir cost, competition dan value. Sebagai contoh, di industry airlines dan hotel, customer membayar sebesar value yang mereka ingin dapat. Jika ia berharap lebih maka ia harus membayar lebih dan sebaliknya. Maka untuk itu seperti di industry hotel, perusahaan “memecah”penawaran-penawaran mereka. Jika ingin ruangan dan kamar mandi saja bayar sekian. Jika ingin tv, AC dan seterusnya bayar sekian.

Selain itu harga juga bisa berbeda untuk produk yang sama karena memiliki value yang berbeda untuk segmen yang berbeda. Contoh sebuah nasi goring yang dimasak oleh penjual biasa harganya Rp 10.000,00. Namun jika nasi goreng dimasak oleh chief yang berpengalaman dan terkenal dan ditawarkan ke customer yang mengapresiasi itu, maka harganya bisa melambung.

Oleh : Muhammad Fakhryrozi, a marketing enthusiast